Pages

Jumat, 13 April 2012

Terapi Batuk

A.     Antitusif
Antitusif adalah obat yang menekan refleks batuk, digunakan pada gangguan saluran nafas yang tidak produktif dan batuk akibat teriritasi.

1.1 Antitusif yang bekerja di perifer
Obat golongan ini menekan batuk dengan mengurangi iritasi lokal di saluran nafas, yaitu pada reseptor iritan perifer dengan cara anastesi langsung atau secara tidak langsung mempengaruhi lendir saluran nafas.
1.1.1 Obat-obat anestesi
Obat anestesi lokal seperti benzokain, benzilalkohol, fenol dan garam fenol digunakan dalam pembuatan lozenges . Obat ini mengurangi batuk akibat rangsang reseptor iritan di faring, tetapi hanya sedikit manfaatnya untuk mengatasi batuk akibat kelainan salauran nafas bawah.
Obat anestesi yang diberikan secara topikal seperti tetrakain, kokain dan lidokain sangat bermanfaat dalam menghambat batuk akibat prosedur pemeriksaan bronkoskopi. Beberapa hal harus diperhatikan dalam pemakaian obat anestesi topikal yaitu : Resiko aspirasi beberapa jam sesudah pemakaian obat.
Diketahui kemungkinan reaksi alergi terhadap obat anestesi.
Peningkatan tekanan jalan nafas sesudah inhalasi zat anestesi.
Resiko terjadinya efek toksis sistemik termasuk aritmia dan kejang terutama pada penderita penyakit hati dan jantung.
1.1.2.Demulcent
Obat ini bekerja melapisi mukosa faring dan mencegah kekeringan selaput lendir. Obat ini digunakan sebagai pelarut antitusif lain atau sebagai lozenges yang mengandung madu, akasia, gliserin dan anggur. Secara objektif tidak ada data yang menunjukkan obat ini mempunyai efek antitusif yang bermakna, tetapi karena aman dan memberikan perbaikan subjektif obat ini banyak dipakai.

1.2 Antitusif yang bekerja sentral.
Obat ini berkerja menekan batuk dengan meninggikan ambang rangsangan yang dibutuhkan untuk merangsang pusat batuk dibagi atas golongan narkotik dan non-narkotik.
1.2.1.Golongan narkotik
Opiat dan derivatnya mempunyai berbagai macam efek farmakologi sehingga digunakan sebagai analgesik, antitusif, sedatif, menghilangkan sesak karena gagal jantung dan anti diare. Diantara alkaloid ini morfin dan kodein sering digunakan. Efek samping obat ini adalah penekanan pusat nafas, konstipasi, kadang-kadang mual dan muntah, serta efek adiksi. Opiat dapat menyebabkan terjadinya brokospasme karena pelepasan histamin. Tetapi efek ini jarang terlihat pada dosis terapi untuk antitusif.
Kodein merupakan antitusif narkotik yang paling efektif dan salah satu obat yang paling sering diresepkan. Pada orang dewasa dosis tunggal 20-60 mg atau 40-160 mg per hari biasanya efektif. Kodein ditolerir dengan baik dan sedikit sekali menimbulkan ketergantungan. Disamping itu obat ini sangat sedikit sekali menyebabkan penekanan pusat nafas dan pembersihan mukosiliar.
1.2.2. Antitusif Non-Narkotik
Dekstrometorfan
Obat ini tidak mempunyai efek analgesik dan ketergantungan. Obat ini efektif bila diberikan dengan dosis 30 mg setiap 4-8 jam, dosis dewasa 10-20 mg setiap 4 jam. Anak-anak umur 6-11 tahun 5-10 mg. Sedangkan anak umur 2-6 tahun dosisnya 2,5 – 5 mg setiap 4 jam.
Butamirat sitrat
Obat ini bekerja pada sentral dan perifer. Pada sentral obat ini menekan pusat refleks dan di perifer melalui aktifitas bronkospasmolitik dan aksi antiinflamasi. Obat ini ditoleransi dengan baik oleh penderita dan tidak menimbulkan efek samping konstipasi, mual, muntah dan penekanan susunan saraf pusat. Butamirat sitrat mempunyai keunggulan lain yaitu dapat digunakan dalam jangka panjang tanpa efek samping dan memperbaiki fungsi paru yaitu meningkatkan kapasitas vital dan aman digunakan pada anak. Dosis dewasa adalah 3x15 ml dan untuk anak-anak umur 6-8 tahun 2x10 ml sedangkan anak berumur lebih dari 9 tahun dosisnya 2x15 ml.

Difenhidramin
Obat ini tergolong obat antihistamin, mempunyai manfaat mengurangi batuk kronik pada bronkitis. Efek samping yang dapat ditimbulkan ialah mengantuk, kekeringan mulut dan hidung, kadang-kadang menimbulkan perangsangan susunan saraf pusat. Obat ini mempunyai efek antikolinergik karena itu harus digunakan secara hati-hati pada penderita glaukoma, retensi urin dan gangguan fungsi paru. Dosis yang dianjurkan sebagai obat batuk ialah 25 mg setiap 4 jam, tidak melebihi 100 mg/ hari untuk dewasa. Dosis untuk anak berumur 6-12 tahun ialah 12,5 mg setiap 4 jam dan tidak melebihi 50 mg/ hari. Sendangkan untuk anak 2-5 tahun ialah 6,25 mg setiap 4 jam dan tidak melebihi 25 mg / hari

B.     Mukolitik
Obat ini memecah rantai molekul mukoprotein sehinggaa menurunkan viskositas mukus. Termasuk dalam golongan ini antara lain ialah golongan thiol dan enzim proteolitik.
Golongan Thiol
Obat ini memecah rantai disulfida mukoprotein, dengan akibat lisisnya mukus. Salah satu obat yang termasuk golongan ini adalah asetilsistein.
Asetilsistein
Asetilsistein adalah derivat H-Asetil dari asam amino L-sistein, digunakan dalam bentuk larutan atau aerosol. Pemberian langsung ke dalam saluran napas melalui kateter atau bronkoskop memberikan efek segera, yaitu meningkatkan jumlah sekret bronkus secara nyata. Efek samping berupa stomatitis, mual, muntah, pusing, demam, dan menggigil jarang ditemukan.
            Dosis yang efektif ialah 200 mg, 2-3 kali per oral. Pemberian secara inhalasi dosisnya adalah 1-10 ml larutan 20% atau 2-20 ml larutan 10% setiap 2-6 jam. Pemberian langsung ke dalam saluran napas menggunakan larutan 10-20% sebanyak 1-2 ml setiap jam. Bila diberikan sebagai aerosol harus dicampur dengan bronkodilator oleh karena mempunyai efek bronkokonstriksi.
Obat ini selain diberikan secara inhalasi dan oral, juga dapat diberikan secara intravena. Pemberian aerosol sangat efektif dalam mengencerkan mukus.
            Di samping bersifat mukolitik, N-Asetilsistein juga mempunyai fungsi antioksidan. N-Asetilsistein merupakan sumber glutation, yaitu sumber yang bersifat antioksidan. Pemberian N-Asetilsistein dapat mencegah kerusakan saluran napas yang disebabkan oleh oksidan. Pada perokok kerusakan saluran napas terjadi karena zat-zat oksidan dalam asap rokok mempengaruhi keseimbangan oksidan dan antioksidan. Dengan demikian pemberian N-Asetilsistein pada perokok dapat mencegah kerusakan parenkim paru terhadap efek oksidan dalam asap rokok, sehingga mencegah terjadinya emfisem.
            Penelitian pada penderita penyakit saluran pernapasan akut dan kronik menunjukkan bahwa N-Asetilsistein efektif dalam mengatasi batuk, sesak napas dan pengeluaran dahak. Perbaikan klinik pengobatan dengan N-Asetilsistein lebih baik bila dibandingkan dengan bromheksin.
Enzim Proteolitik
Enzim protease seperti tripsin, kimotripsin, streptokinase, deoksiribonuklease dan streptodornase dapat menurunkan viskositas mukus. Enzim ini lebih efektif diberikan pada penderita dengan sputum yang purulen. Diberikan sebagai terapi inhalasi. Tripsin dan kimotripsin mempunyai efek samping iritasi tenggorokan dan mata, batuk, suara serak, batuk darah, bronkospasme, reaksi alergi umum, dan metaplasia bronkus. Deoksiribonuklease efek sampingnya lebih kecil, tetapi efektifitasnya tidak melebihi asetilsistein.
Bromheksin
Merupakan derivat sintetik dari vasicine, suatu zat aktif dari Adhatoda Vasica. Obat ini digunakan sebagai mukolitik pada bronkitis atau kelainan saluran napas yang lain. Digunakan secara lokal di bronkus untuk memudahkan pengeluaran dahak pasien yang di rawat di UGD. Efek samping pada pemberian obat ini berupa mual, muntah, dan peninggian transaminase serum. Bromheksin haru shati-hati digunakan pada pasien tukak lambung. Dosis oral untuk dewasa yang dianjurkan tiga kali sebanyak 4-8 mg per hari.
Ambroksol
Suatu metabolit bromheksin diduga sama cara kerja dan penggunaannya dengan bromheksin

C.     Ekspektoran
Ekspektoran adalah obat yang meningkatkan jumlah cairan dan merangsang pengeluaran sekret dari saluran napas. Hal ini dilakukan dengan beberapa cara, yaitu melalui
K   refleks vagal gaster
K  stimulasi topikal dengan inhalasi zat
K  perangsangan vagal kelenjar mukosa bronkus
K  perangsangan medula
Kalium yodida
Obat ini adalah ekspektoran yang sangat tua dan telah digunakan pada asma dan bronkitis kronik. Selain sebagi ekspektoran obat ini mempunyai efek menurunkan elastisitas mukus dan secara tidak langsung menurunkan viskositas mukus. Mempunyai efek samping angioderma, serum sickness, urtikaria, purpura trombotik trombositopenik dan periarteritis yang fatal. Merupakan kontraindikasi pada wanita hamil, masa laktasi dan pubertas. Dosis yang dianjurkan pada orang dewasa 300 - 650 mg, 3-4 kali sehari dan 60-250 mg, 4 kali sehari untuk anak-anak.

Guaifenesin ( gliseril guaiakolat )
Selain berfungsi sebagai ekspektoran obat ini juga memperbaiki pembersihan mukosilia. Obat ini jarang menunjukkan efek samping. Pada dosis besar dapat terjadi mual, muntah dan pusing. Dosis untuk dewasa biasanya adalah 200-400 mg setiap 4 jam dan tidak melebihi 2-4 gram per hari. Anak-anak 6-11 tahun, 100-200 mg setiap 4 jam dan tidak melebihi 1-2 gram per hari, sedangkan untuk anak 2-5 tahun, 50-100 mg setiap 4 jam dan tidak melebihi 600 mg sehari.
Amonium Klorida
Jarang digunakan sendiri sebagai ekspektoran, biasanya dalam bentuk capuran dengan ekspektoran lain atau antitusif. Amonium klorida dosis besar dapat menimbulkan asidosis metabolik, dan digunakan hati-hati pada pasien dengan insufisiensi hati, ginjal, paru-paru. Dosis amonium klorida sebagai ekspektorna untuk orang dewasa ialah 300 mg (5 ml) tiap 2-4 jam. Amonium klorida hampir tidak lagi digunakan untuk pengasaman urin pada keracunan sebab berpotensi membebani fungsi ginjal dan menyebabkan gangguan imbang elektrolit
Rhinnorhea
Penderita diusahakan selalu dalam keadaan hangat dan nyaman, serta diusahakan agar tidak menularkan penyakitnya kepada orang lain. Jika terdapat gejala yang berat, maka penderita harus bed rest di rumah. Meminum banyak cairan juga dapat membantu mengencerkan sekret hidung sehingga lebih mudah untuk dikeluarkan atau dibuang. Untuk meringankan nyeri atau demam bisa diberikan asetaminofen atau ibuprofen. Pada penderita dengan riwayat alergi, pemberian antihistamin bisa membantu mengeringkan hidung yang terus mengeluarksn sekret. Menghirup uap atau kabut dari suatu vaporizer bisa membantu mengencerkan sekret dan mengurangi sesak di dada. Antibiotik tidak efektif untuk mengobati rhinnorhea karena penyakit ini disebabkan oleh virus dan antibiotik hanya diberikan jika terjai suatu infeksi bakteri.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar